[SUDAH TERBIT] "Sahara, hidup itu perihal menyambut dan kehilangan. Kamu tahu lagu Sampai Jumpa-nya Endank Soekamti, kan? ya kira-kira begitu lah. Tapi kamu tahu alasan kenapa manusia punya perasaan? sebab itu adalah satu-satunya cara kamu mengingat dengan kesan yang tak habis-habis. Jadi jangan terlalu sedih jika menemukan kehilangan-kehilangan lainnya. Sedihlah seperlunya, lalu ingat bahwa sebenarnya kamu tidak benar-benar kehilangan. Sesuatu itu abadi dalam kenang yang kamu bawa dalam perasaanmu. Sampai sini paham, kan?" "Sastra, kamu lupa tentang satu hal. Semakin singkat suatu cerita, semakin dalam luka yang tertoreh. Kehilangan memang akan terus terjadi. Tapi kalau boleh aku memilih, aku belum siap kehilangan kamu." Catatan: baca cerita ini di rumah aja, jangan ditempat umum. Demi keselamatan kita bersama. Terima kasih. Copyright© Tenderlova, 2020 LovRinz Publishing Hak cipta dilindungi undang-undang.

Ini bukan cerita fiksi yang dipenuhi adegan berisiko diabet, ini tentang tujuh manusia berjiwa barbar dengan hati rawan ambyar. Terkadang solid saling merangkul, tetapi lebih solid dalam aksi bergajul. Juara dalam sesi mengolok, pun jago menelusuri teror ala Eyang Sherlock. Sebelum akhirnya negara baper menyerang, membumbui romansa dalam kehidupan picisan mereka. Akankah cerita mereka berujung pada perpecahan kongsi antar bangsa lantai atas dan lantai bawah?

Kamu mau mendengar cerita-cerita singkat saya dengan Aldebaran, tidak? Peraturannya cuma satu: dilarang jatuh hati.

Mungkin semua kata-kata yang belum tuntas itu, perasaan-perasaan yang belum berakhir itu, memang ada untuk tidak diselesaikan.

Namanya cuma satu kata: Awan, tetapi cerita bersamanya takkan selesai dalam satu-dua halaman.

[cerita pendek] Untuk kesekian kalinya tanganku meraih tengkuk leher, mengusapnya sejenak sembari berjalan melewati gerbang sekolahku yang selalu terlihat kukuh bagi orang awam lalu-lalang, yang berbisik riuh, berhenti sejenak lalu menerka-nerka seberapa megahnya kira-kira sekolah ini terlihat dari dalam. Ah, cuacanya panas. Bel tanda pulang belum berbunyi, tetapi dengan ringannya aku melenggang keluar, menuju gerobak penjual es potong yang tampak menjanjikan.