- • retorika
12 stories
Bayi Para Nepotis by havelunch
havelunch
  • WpView
    Reads 22,551
  • WpVote
    Votes 4,109
  • WpPart
    Parts 3
Apalagi yang perlu saya cari di luar ketika lantai rumah saya sudah menumbuhkan bermacam-macam cara untuk bertahan hidup? Apalagi yang perlu saya cari di luar ketika atap rumah saya sudah lebih dari sekadar melindungi dari hujan? Serta apalagi yang perlu saya cari di luar ketika jendela-jendela rumah saya disuguhkan untuk memandikan mata saya dari penatnya rutinitas? ©2017
Puan, Mengapa Para Petinggi Itu Panjang Umurnya? by AYUTIEN
AYUTIEN
  • WpView
    Reads 32,915
  • WpVote
    Votes 6,013
  • WpPart
    Parts 1
Wanita itu begitu lesu saat datang padaku, "Maukah Tuan membantu negeriku?" [ONESHOOT] pernah dipublish di blog pribadi: tienosaurus.wordpress.com copyright © 2015 AYUTIEN All Rights Reserved
Kepada Bumi by kiranada
kiranada
  • WpView
    Reads 52,836
  • WpVote
    Votes 9,054
  • WpPart
    Parts 17
Apa jadinya jika bumi dan seisinya berkata: kami minta ganti rugi. - Kumpulan cerpen tentang bumi dan seisinya. [ CERPEN ] © k i r a n a d a Update setiap: (random) #1 dalam saveearth (8-04-2020) Sampul: potret oleh Marvin Kuhr
Sampah #3: Lelehan Lilin Pertiwi by kontradiksi
kontradiksi
  • WpView
    Reads 8,829
  • WpVote
    Votes 2,020
  • WpPart
    Parts 1
"Selamat ulang tahun, Ibu!" teriak sebuah suara yang familiar. Suara itu kemudian hilang, digantikan pelukan erat. Kedua lenganku membalas dekapan anak kesayanganku. Pelukannya terasa hangat, mengingatkanku akan perjuangan ayah, Nusantara, saat mendirikan Majapahit dulu. Batavia sekarang sudah dewasa, meski masalah mengompolnya belum juga sembuh. Aku merengkuh tubuhnya yang bau dan penuh polusi, mengenali kali-kalinya yang hitam dan halaman-halamannya yang botak. Apa pun yang terjadi, aku tetap bangga dengan Batavia. Menjadi ibu kota memang berat, aku paham betul. Biar pun wajah Batavia selalu terlihat menganggumkan, badannya dipenuhi sampah. Sampah yang mungkin setinggi gedung-gedung pencakar langit yang tampak di wajah putraku itu. Tapi tak apa, Batavia. Bersabarlah. Sebentar lagi tanggung jawabmu akan dipindahkan ke Borneo. [Sekarung Sampah Untuk Indonesia #3] dipublikasi di Kompas Muda https://muda.kompas.id/2018/07/20/lelehan-lilin-pertiwi/
Sampah #4: Plastik Kresek by kontradiksi
kontradiksi
  • WpView
    Reads 6,485
  • WpVote
    Votes 1,448
  • WpPart
    Parts 1
Lautan semakin aneh. Tempat tinggal terakhirku bahkan berubah, memaksaku untuk pindah. Tidak ada lagi ikan kecil di sana dan koral-koralnya kehilangan warna. Belum lama aku mendengar kalau ada penyu yang tidak bisa pulang. Dia bilang pantainya hilang, berubah jadi batu raksasa berwarna abu-abu. Meski pantaiku masih seperti dulu, kalau berenang ke arah pantai, aku juga selalu menemukan benda asing. Namun yang paling aneh memang ubur-ubur. Ubur-ubur semakin banyak. Tapi ubur-ubur membuat teman-temanku sakit perut. Kasihan Nyunyu. Aku jadi sedih. Apakah laut sedang menghukum kami? [Sekarung Sampah Untuk Indonesia #4]
Semua Karena Politik by Ariestanabirah
Ariestanabirah
  • WpView
    Reads 1,659
  • WpVote
    Votes 73
  • WpPart
    Parts 35
Berisi puisi-puisi bertema politik yang ditulis karena keresahan.
#1 Kumpulan Sampah Di Negeri Para Bedebah: Tanah Merah by crayon_choco
crayon_choco
  • WpView
    Reads 156
  • WpVote
    Votes 36
  • WpPart
    Parts 5
"Ketika suara rakyat hanya menjadi angin lalu, dan keadilan mati di dalam berita yang tak pernah tayang." Tahun 2045. Nusantara Raya tak lagi menjadi negeri demokrasi. Kebebasan telah mati di bawah tirani Presiden Wiranatama, seorang diktator yang membungkam pers, mengendalikan militer, dan menghapus hak rakyat. Para mahasiswa yang berani melawan menghilang satu per satu, media menjadi alat propaganda, dan mereka yang berbicara akan berakhir di kuburan massal tanpa nama. Di tengah kegelapan ini, Arditama Widjaya, seorang mahasiswa hukum, menyaksikan sahabat-sahabatnya dibunuh di jalanan. Ia tak lagi percaya pada hukum yang hanya berpihak pada penguasa. Bersama para pejuang bawah tanah, ia merancang pemberontakan terakhir-sebuah revolusi berdarah yang akan menentukan nasib bangsa. Namun, dalam permainan politik yang dikendalikan oleh hantu-hantu Orde Lama, musuh bukan hanya seorang tiran, tetapi juga mereka yang bersembunyi dalam bayang-bayang, menunggu saat untuk kembali berkuasa. Di balik tembok istana, rahasia mengerikan tersimpan. Dan hanya dengan darah, tanah ini bisa kembali menjadi milik rakyatnya. Sebuah thriller distopia yang mengguncang realitas-tentang kekuasaan, pengkhianatan, dan harapan terakhir bagi sebuah bangsa yang hampir mati.
#2 Kumpulan Sampah Di Negeri Para Bedebah: Kalau Besar Nanti Mau Jadi Apa? by crayon_choco
crayon_choco
  • WpView
    Reads 99
  • WpVote
    Votes 23
  • WpPart
    Parts 5
"Kalau Besar Nanti Mau Jadi Apa?" adalah sebuah kisah satir yang menggambarkan kejamnya negeri yang korup, di mana rakyat diperas hingga kering, sementara penguasa berpesta di atas penderitaan mereka. Bayu, seorang anak miskin yang bermimpi mengubah nasib, dipaksa keluar dari sekolah dan dijebloskan ke dalam sistem yang hanya mengenal satu hukum: yang miskin harus tunduk, yang berkuasa boleh berbuat sesuka hati. Ketika ayahnya tak mampu membayar pajak yang terus naik, Bayu dijual sebagai buruh di pabrik-tempat di mana anak-anak menjadi mesin, di mana kebebasan adalah ilusi, dan di mana satu pertanyaan klasik menjadi tamparan paling menyakitkan: "Kalau besar nanti mau jadi apa?" Sebuah cerita yang tajam, brutal, dan mencerminkan realitas pahit. Di negeri ini, harapan bukanlah sesuatu yang diberikan-tetapi sesuatu yang dirampas.
𝐊𝐞𝐭𝐢𝐤𝐚 𝐀𝐲𝐚𝐡 𝐁𝐞𝐫𝐮𝐛𝐚𝐡 𝐌𝐞𝐧𝐣𝐚𝐝𝐢 𝐒𝐞𝐞𝐤𝐨𝐫 𝐁𝐮𝐫𝐮𝐧𝐠 by junaediofficial
junaediofficial
  • WpView
    Reads 124
  • WpVote
    Votes 65
  • WpPart
    Parts 1
Dan untuk pertama kalinya, aku mengerti, di negeri ini, yang benar tidak selalu menang. Yang berteriak tidak selalu didengar. Tapi yang punya jalur... selalu lebih dulu tiba di garis akhir.
Madilog - Tan Malaka (1943) by GeraniumNegra
GeraniumNegra
  • WpView
    Reads 84,543
  • WpVote
    Votes 1,578
  • WpPart
    Parts 12
Ditulis di Rajawati dekat pabrik sepatu Kalibata, Cililitan, Jakarta. Di sini saya berdiam dari 15 Juli 1942 sampai pertengahan tahun 1943. Mempelajari keadaan kota dan kampung Indonesia yang lebih dari 20 tahun ditinggalkan. Pengantar Penulis pada halaman awal Madilog.