widiaash
"Ayo kita menikah," ujar Rafiz kepadaku. Pria bertubuh jakung itu menggenggam tanganku dengan erat, matanya berkaca-kaca dan perlahan air matanya pun jatuh. Mama Rafiz yang terbaring di ranjang rumah sakit, mengelus punggungku seraya berkata, "Nak Oliv, mama mohon kamu mau menikah dengan Rafiz. Temani dia sampai akhir hayatnya nak. Ini pesan terakhir mama."
Aku terdiam sejenak. Situasi apa ini? Kenapa aku dan harus aku? Seribu pertanyaan ingin kulontarkan kepada mereka berdua, tetapi mulutku tak mampu berkata-kata lagi dan hanya tetesan air mata yang jatuh disertai anggukan kecil.