NaTak6
Nayla Kirana tumbuh di sebuah perkampungan kecil di Lombok, tempat rumah-rumah berdempetan, gosip menyebar lebih cepat dari angin, dan suara pertengkaran kadang lebih akrab dari suara ayam pagi.
Sebagai anak kedua, Nayla terbiasa berdiri di tengah-bukan di depan, bukan di belakang-sekadar mengisi ruang yang tidak pernah benar-benar dipilih.
Ayahnya keras, ibunya lelah, kakaknya selalu dibanggakan, adiknya selalu diprioritaskan. Dan Nayla?
Sering dianggap paling mengerti, paling kuat, paling bisa "ngalah".
Padahal hatinya bahkan belum selesai tumbuh.
Di antara dapur yang tak pernah sepi, halaman kecil yang selalu dipenuhi jemuran, dan jalan tanah yang mengarah ke sawah belakang kampung, Nayla mulai menyadari sesuatu yang sederhana tapi menyakitkan:
rumah tidak selalu menjadi tempat untuk pulang.
Ketika tekanan keluarga, tuntutan ekonomi, dan gunjingan kampung datang bertubi-tubi, Nayla dipaksa memilih antara tetap bertahan dalam kisah yang tidak ia pilih...
atau berani menuliskan hidup baru dengan tangannya sendiri.
Dengan langkah kecil, luka yang disembunyikan, dan mimpi yang lebih luas daripada langit Lombok yang membungkus rumahnya, Nayla perlahan belajar:
bahwa kadang, untuk menemukan diri sendiri, kita harus berani berjalan keluar dari tempat yang paling membuat kita hancur.
Ini bukan kisah tentang menjadi luar biasa.
Ini kisah tentang menjadi manusia-yang tetap berdiri meski dihimpit oleh dunia yang sempit.
Dan tentang seorang perempuan muda yang akhirnya berani bertanya:
"Jika rumah tidak bisa memberiku ruang... apa aku harus mencarinya di tempat lain?"