(Sebagian banyak telah di-unpublish)
Hari ini; dua tahun yang lalu, aku terlahir. Ratusan pergantian musim mewaktu dan merayu di rahim tempurung kepalanya yang dibuahi do'a-do'a. Aku adalah perantara bagi ada dan tiada, samar dan benar, menjadi ruh tanpa tubuh yang paling naif di antaranya. Aku tak mau salah telak perihal kapan sepasang mata penuh pesona itu akan memandangku lekat-lekat; menamaiku sebagai sajak tanpa kalimat; atau menghujaniku dengan tangis penuh gelagat.
Hari ini; dua tahun berlalu, aku tumbuh--sebagai bocah yang belum piawai melafalkan mantra-mantra. Aku dibesarkan dengan keterpaksaan, merangkaki ruang-ruang gelap tanpa batas. Aku semakin tak terurus, kakiku hampir putus, tapi kata-kata yang ia tulis tak kunjung hangus.
Ya Tuhan tuanku, dari tangannya biarkan aku menjadi api dalam unggunan kata ini. Menjadi bunyi yang sembunyi-sembunyi meregas sunyi dalam kebisuan. Menjadi debar yang paling sabar di selasar jantungnya. Tuanku ya tuhanku, "Ajak aku bicara! Sekali saja," tak 'kan sampai kupekik walau lelah kau tulis beribu-ribu larik. Barangkali aku ini tercipta dari kesedihan yang tak berkesudahan?