"Setiap orang punya sudut pandangnya sendiri tentang apa itu kebahagiaan."
Itulah yang Raken katakan ketika ada yang berpikir betapa tidak bahagianya jadi dia.
Raken adalah pemuda biasa, tapi di sekolahnya dia dianggap luar biasa. Luar biasa tolol karena sudah dua puluh tahun, tapi belum juga lulus. Cap jelek menempel di jidatnya seperti aib karena selain tolol dia juga tinggal di sarang penjahat.
Di mata orang, tak ada yang bagus di dirinya. Bahkan tampangnya yang rupawan, tak bisa menolongnya. Tak ada yang mau berteman dengannya dan masa lalu pahit terus menghantuinya.
Tapi semua itu tak jadi soal. Pandangan risi dan buruk orang-orang padanya, Raken tanggapi dengan tawa. Dia yakin hatinya sudah berlapis baja, siapa pun "mungkin" takkan bisa menghancurkannya.
(Publish ulang karena revisi. Perbaikan tipo, bukan plot cerita)
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?"
Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi.
Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berjuang sendiri melahirkan anaknya tanpa suami. Menjadi ibu tunggal bukanlah hal mudah, apalagi lambat laun sang anak selalu bertanya tentang keberadaan ayahnya.
"Mommy, Al selalu doa sebelum bobo. Diulang tahun Al yang ke 5 nanti, papa pulang terus bawain Al boneka dino."
Ibu muda itu hanya menangis, seraya memeluk anaknya. Lalu bagaimana jika ternyata sang ayah juga sebenarnya menginginkan Al.