Satu di antara sekian untaian kalimat dari beragam kenalan yang kuterima saat usiaku genap dua puluh tahun. Ucapan selamat beserta doa tulus dari seseorang yang telah banyak membagikan ilmunya kepadaku.
Skenario hidup manusia memang tidak bisa ditebak dan diterka. Siapa sangka, ibu guruku, sosok yang menuliskan ucapan selamat itu, yang dulu sempat bersedia mendengarkan celotehanku tentang cerita hidupku sebelumnya dan harapanku di masa yang akan datang, kini sudah terbang melewati samudra, menetap di Negeri Sakura.
Dan, ucapan itu berhasil membuat pikiranku melamunkan sesuatu.
'Betapa aku sangat menikmati masa kecilku'
Tak bisa kuelak, aku pun hanyut dengan kenangan sekian tahun yang lalu....
*
"Musim apa yang paling kau sukai di Jepang?" Chisato-chan bertanya kepadaku suatu hari.
"Semi!" jawabku tanpa ragu.
"Alasannya?"
"Karena aku paling senang melihat seluruh bumi negeri ini ditutupi dengan warna merah muda yang menenangkan mata. Sakura itu 'kan akan mekar di saat awal tahun ajaran baru di sini, yaitu di bulan April. Bagiku, sakura itu simbol bagi sesuatu yang baru dan menyenangkan. Mulai dari kelas baru, teman baru, dan pengalaman baru pada tahun itu, semua bermula dari bulan mekarnya sakura ini. Tapi sayangnya sakura hanya mekar sekitar satu bulan, atau bahkan hanya beberapa minggu...."
"Jadi, apakah kau tidak menyukai musim-musim yang lain di Jepang?"
"Aku suka, tentunya. Karena segala hal yang telah dan akan kualami di sini, di setiap musim, merupakan hal yang baru untukku. Pengalaman berhargaku. Tapi tetap saja, sakura punya arti tersendiri bagiku. Hmm...Mungkin aku bisa mengatakan, sakura terus bermekaran dalam diriku, sepanjang tahun. Aku ingin sakura tetap mekar, meski musim telah berganti. Membawa semangat baru dan pengalaman baru yang serat pelajaran, serta kebahagiaan baru yang akan terus dikenang...."
Chisato-chan tersenyum mendengar penjelasanku. "Rawatlah dengan baik Sakura Empat Musim yang ada pada dirimu, sahabatku."