Sebuah siksaan yang berat bagi Bagas untuk mengabaikan ketertarikan fisik terhadap mantannya, Nessa, yang saat ini berkali-kali lebih cantik dari Nessa yang dulu pernah ia kenal.
Namun, prinsip mereka yang sejak dulu menjadi jurang pemisah diantara mereka rupanya tak lekang oleh waktu, walau ketertarikan diantara mereka sangat sulit mereka lawan.
Bagas yang menganut budaya Barat, sementara Nessa yang menjunjung tinggi budaya Timur. Mungkinkah bisa bersatu?
***
"Mungkin, aku tidak akan pernah bisa memberikan apa yang kamu inginkan, Nessa. Karena seperti yang kamu tahu aku tidak tertarik dengan komitmen dan sama sekali tidak meyakini sebuah mitos bernama cinta."
"Kalau begitu, lepaskan pelukanmu biarkan aku pergi sekarang juga."
"Itulah masalahnya Nessa, aku tidak ingin kamu pergi, mungkin sedikit egois, tapi itulah kenyataanya,"
"Bukan sedikit tapi sangat, sangat egois, Bagas. Kamu menginginkan tubuhku, menginginkan aku selalu di dekatmu dan melarang siapa pun mendekatiku, tapi kamu tidak tertarik untuk memilikiku."
"Apakah seminggu ini, sikapku padamu kurang meyakinkanmu kalau aku sangat tertarik untuk memilikimu?"
"Aku hanya melihat, keegoisanmu."
"Tentu saja aku ingin memilikimu, Nessa. Bukankah aku pernah berkata padamu kalau aku akan memilikimu sesuai dengan keinginanku. Sekarang jika kamu ingin kita saling memiliki, maka terimalah tawaranku. Jangan pernah gunakan perasaanmu dalam hubungan ini, kita tinggal nikmati saja kebersamaan kita. Jangan pikirkan hari esok, cinta dan pernikahan. Tidak ada kesenangan yang menjanjikan dalam kehidupan seperti itu,"
"Aku pun bersedia menjadi milikmu, tapi 'memiliki' dalam versi aku, yaitu saling memiliki yang diawali dengan cinta dan pernikahan, karena kata 'memiliki' versimu, bukan definisi yang aku inginkan." kata-kata Nessa tegas dan mantap, niat untuk membawa Bagas pada prinsipnya kembali berkobar, walau tidak yakin akan berhasil tapi ia akan tetap mencobanya.
Tidak hanya direnggut keperawanannya, Humaira juga harus mengandung dan melahirkan anak Fahri. Dengan semua kepahitan itu, Liand bersedia menikahi Humaira. Demi nama baik keluarga mereka. Demi cintanya pada Humaira.
Akan tetapi, pernikahan tidak membuat rasa trauma Humaira sembuh. Meski sudah melakukan sesi penyembuhan ke psikolog dan psikiater, dia tetap saja ketakutan disentuh oleh Liand. Jika dipaksa, wanita itu akan tidak sadarkan diri. Liand tidak tega, terpaksa harus bersabar lagi.
Satu bulan, dua bulan, bahkan satu tahun, Liand masih sabar menunggu. Tapi, di tahun kedua pernikahan mereka, dia tidak kuat. Liand hanyalah pria dewasa normal yang juga dibekali hawa nafsu. Kendati begitu, Humaira masih saja belum bisa dijamah.
Dalam kondisi frustrasi, Liand bertemu dengan Maya, gadis perawan yang piawai menghentak para pengunjung kelab dengan musik gubahannya. Maya hadir menawarkan apa yang selama ini Liand butuhkan. Tidak hanya itu. Paras, tubuh dan senyuman Maya sangat mirip dengan Humaira. Hanya tinggal memberi kontak lensa warna biru pada matanya saja, maka Maya sudah pantas dijadikan kembaran Humaira.
Haruskah Liand menerima penawaran Maya dan terjerat dalam nafsu yang akan menyakiti hati Humaira?