Sejak kecil, aku selalu berbeda. Cara berpikirku tak seperti orang kebanyakan. Mereka bilang aku aneh, tapi aku tak peduli. Bagiku, kehidupan adalah sebuah permainan teka-teki yang harus dipecahkan, dan aku.. aku adalah sang pemain utama.
Yang membuat jantungku berdebar lebih kencang adalah melihat raut ketakutan di wajah mereka. Ah, betapa indahnya ekspresi itu. Seperti candu yang tak bisa kutolak, setiap jeritan ketakutan mereka bagaikan melodi yang membuatku ketagihan.
Saat ini, kebosanan mulai menggerogoti. Aku butuh "boneka" baru untuk bermain. Ya, kaulah yang kupilih. Bukankah ini suatu kehormatan?
"Kita akan bermain di tempat favoritku," bisikku lembut. "Sebuah bangunan tua di pinggir kota. Tempat yang sempurna, begitu luas hingga kau bisa berlari sesukamu.. atau bersembunyi." Sudut bibirku terangkat membentuk senyuman.
Di dalamnya, enam ruangan berbentuk heksagon menanti. Labirin pribadiku. Sudah berapa "boneka" yang kuajak bermain di sana? Ah, aku bahkan tak ingat lagi jumlahnya.
"Jangan khawatir," ujarku sambil mengusap pisau di sakuku. "Kau tak punya pilihan untuk menolak. Dan percayalah, aku selalu menyelesaikan permainanku dengan.. sangat rapi."
Suaraku melembut di akhir kalimat, bertolak belakang dengan kilatan dingin di mataku. "Jadi.. siap untuk bermain?"
ingatan hitam yang menyeruak dan membuka tabir gelap sebuah peristiwa masa lampau yang perlahan merangkak naik dan menunjukkan kilasan kepedihan dari sebuah perjanjian sedarah yang kental. Janur ireng adalah awal dari petaka yang paling di tunggu.