Dirga Pratama dan Dikto Adhirama, sepasang anak kembar yang sama sekali tampak tak kembar. Justru, saling bertolak belakang. Dari situlah karakteristik mereka terlihat. Kendati demikian, wajah tampan mereka serupa. Alis tebal, hidung bangir, dan rahang tegas. Terlepas dari kerupawanan, keduanya memiliki eminensi dan cela dalam diri masing-masing. Saat ini mereka belum menemukan tujuan hidup. Namun, sejak kecil jika ada yang bertanya, "Kalau sudah besar ingin jadi apa?" Salah seorang dari mereka menjawab, berangan-angan memiliki restoran pribadi dan menjadi chefnya pula sementara yang satunya lagi mendambakan profesi arsitek.
Akankah semua itu terlaksana? Atau hanya fantasi semata?
Lalu, bagaimana dengan romantika mereka? Akankah berhujung klise, mencintai orang yang sama? Atau masing-masing memiliki parameter yang berbeda?
"Resusitasi adalah prosedur medis darurat yang dilakukan untuk menyelamatkan nyawa seseorang saat pernapasan atau jantungnya berhenti. Lakukan dengan segera dengan Posisi tangan harus pas hingga proses kompresi jantung bisa maksimal. Tapi tentunya akan ada efek samping, salah satunya patah tulang."
Satu bait penjelasan medis yang malah membuat mata dr. Adis berkaca-kaca ingin menangis. Padahal penjelasannya tidak ada hubungannya sama sekali dengan kisah hidupnya. Namun ketika ia renungkan semakin dalam, analogi itu sangatlah cocok.
Bahwa ia bertemu dengan seorang pria yang sedang sekarat dalam urusan percintaan. Seorang pria yang pernah patah hati hingga mati rasa. Jantung bagian percintaannya berhenti berdetak. Lalu dengan polosnya, Adis mencoba memberikan pertolongan dengan cara menyentuh jantung hatinya. Memberi tekanan-tekanan cinta, berharap jantung hati pria itu akan kembali berdetak normal hingga bisa kembali merasakan jatuh cinta.
Namun sayangnya Adis tidak memperhitungkan lebih jauh lagi bahwa berhasil atau tidak berhasilnya resusitasi yang ia berikan pada pria itu, tetap akan menimbulkan efek patah hati.