Bagi perempuan lain, pernikahan adalah sebuah impian, cita-cita untuk membangun rumah tangga dengan laki-laki yang dicintai dan mencintainya. Memiliki anak-anak menggemaskan untuk meneruskan garis keturunan. Tapi, tidak dengan Semesta. Bagi perempuan berusia 35 tahun ini, pernikahan adalah sebuah kebutuhan, yang kehadirannya merupakan satu-satunya kunci untuk merasakan sesuatu yang memiliki nama.... hidup. Bebas. Menjadi diri sendiri. Memiliki hak penuh atas tubuhnya sendiri. Hidup satu atap dengan seorang ibu bernama Suharti adalah neraka. Suharti adalah Hitler berkonde versi Semesta. Ia begitu otoriter. Memaksakan kehendak. Mengatur hidup Semesta. Dan, menampik puluhan laki-laki yang dikenalkan Semesta untuk menjadi calon suami. Ia menjerat kaki Semesta, dan baru akan melepaskannya apabila Semesta memiliki seorang suami. Nyatanya, mencari suami untuk dikenalkan kepada Suharti bukanlah sesuatu yang mudah. Semua laki-laki yang Semesta bawa kepada sang Ibu selalu ditolak dengan dalih beda agama, bibit bebet bobotnya tidak terpehuni, anak nomor tiga, hitung-hitungan wetonnya tidak baik, arah rumahnya mendatangkan malapetaka, serta sederet alasan-alasan lain yang tidak masuk akal menurut Semesta. Mulai dari Sebastian Dirgantara yang lamarannya ditampik oleh sebab kebo mbalik kandang, hingga orang yang tak pernah terpikirkan masuk ke dalam hidupnya. Di antara rasa putus asa menemukan calon pengantin tersebut, sementara Suharti terus memaksa Semesta untuk menjadi perempuan sesuai adat Jawa yang ia anut, dapatkah Semesta menemukan pengantin yang bisa membebaskannya? Sanggupkan Semesta mengupayakan kebebasannya sebagai perempuan merdeka? Cover: @munasikochi