Wanita itu menjahit kelopak mataku dengan sangat rapi. Benar-benar rapi. Nyaris tak ada setitik darah pun yang jatuh menyusuri lereng pipiku yang terjal dan basah. Meski agak perih, tetapi aku menikmati setiap tusukan jarum serta lilitan benang yang kini hampir membuat mata sebelah kananku tertutup rapat. Benar-benar rapat. Nyonya Kedasih menjahit kelopak mataku dengan sangat hati-hati. Telaten. Kini aku hanya melihat warna hitam pekat sejauh mata memandang. Tetapi, ini belum rangkum selesai. Setelah ini aku akan meminta Nyonya Kedasih untuk menjahit hatiku yang telah patah. Atau sobek. Terkoyak-koyak sehingga tak lagi memiliki wujud. Entah ia mampu atau tidak, aku tak peduli. Pokoknya ia harus menjahit hatiku bagaimanapun caranya. . . Cover by: DinsAll Rights Reserved
1 part