"Dan maksud lo tadi apa? Kemarin lo nyuruh gue buat jadi pacar lo dan sekarang lo bilang ke banyak orang kalau gue tunangan lo. Terus besok apa lagi yang mau lo bilang, lo mau bilang di depan kedua orang lo kalau gue calon istri lo." Mendengar itu Adrian menatap Auryn dengan seringainya. "Kalau itu yang lo mau, besok gue bakal kumpulin semua keluarga gue dan bilang kalau lo calon istri gue." Ujar Adrian sambil menyeringai dan membuat Auryn menatapnya tak percaya. "Kenapa? Kenapa lo pengen gue jadi pacar lo padahal kita belum saling kenal. Kalau lo cuman mau bikin gue jadi bahan mainan lo mending lo cari orang lain aja karena gue nggak tertarik sama permainan lo." "Mata lo." "Maksud lo?" "Mata lo yang bikin gue pengen lo jadi milik gue." "Cuman karena mata gue? Bukan karena penampilan gue? Bukan karena hati gue? Atau bukan karena lo punya perasaan sama gue?" "iya, bukan karena penampilan lo, bukan karena hati lo atau bukan karena gue punya perasaan sama lo. Mata lo selalu bisa bikin jantung gue bekerja lebih cepat, mata lo mampu bikin hati gue bergetar, mata lo seakan menghipnotis gue dan gue yakin mata lo bakal mampu bikin gue jatuh cinta sama lo meskipun bukan sekarang tapi gue yakin dalam waktu dekat gue bakal jatuh cinta sama lo. Maka dari itu gue pengen lo jadi milik gue sebelum ada orang yang ngambil hati lo duluan. Karena memendam perasaan ke orang yang udah jadi milik orang lain itu rasanya menyakitkan. Dan gue nggak mau dihantui oleh rasa penyesalan karena terlambat mengakui perasaan." Penjelasan Adrian membuat Auryn diam terpaku dan hatinya sedikit tersentuh oleh perkataannya karena baru kali ini ia menemukan cowok yang memandang cewek bukan dari penampilannya. "Gimana kalau gue nggak bisa jatuh cinta sama lo?" tanya Auryn. "Kenapa lo nggak bisa jatuh cinta sama gue?" Adrian tidak menjawab dan malah bertanya balik. "Karena gue nggak punya keyakinan sebesar keyakinan yang lo punya. Keyakinan gue kalah sama keraguan gue."