Saat aku hendak membuka pintu lokerku, tiba-tiba sebuah lengan besar dan kokoh membalikkan pinggangku dengan paksa dan membantingnya ke pintu loker. Tidak sakit, namun dapat menarik perhatian murid-murid disini.
"Ap-apa yang kau inginkan??" Tanyaku gugup tidak berani menatap wajahnya. Aku baru menyadari bahwa tubuhnya sangat berotot. Lebih besar dari ayahku. Mungkin 5x lebih besar dari tubuh kecilku. Aku yakin kedua tangan yang meremas pinggangku bisa meremukkan tulangku hanya dengan sekali remasan.
Dia menggeram, "Abby," namaku terasa sangat cocok dan sempurna dilidahnya. Caranya menyebut namaku membuatku menggigil. Entah mengapa aku merasa takut sekaligus merasa aman. Matanya menggelap penuh dengan emosi:; nafsu dan.... Cinta?? Bagaimana bisa??
Lamunanku buyar ketika dia mulai mendekatkan wajahnya kearahku. Rasa ingin menangis segera mendatangiku. Satu bulir air mata mengalir dari sudut mataku. Aku memang sangat mendrama. Tiba-tiba matanya tidak lagi gelap. Tetapi bewarna abu-abu terang yang didalamnya terdapat keterkejutan melihat air mataku. Aku memeluk tubuh besarnya dan menyandarkan kepalaku didadanya. Membiarkan semua air mataku keluar. Kini aku merasa aman.