"SAKIT" "SAKIT" "Apakah harus se-sakit ini?" Itu yang Vira rasakan Kenangan itu muncul di benak Vira, seperti memenuhi isi pikiran kepala nya. Sejak ia datang kembali, di saat yang tidak tepat. Pertemuan tak sengaja itu membuat kebencian yang telah hilang datang kembali, rasanya ia ingin meluapkan semua amarah dihati. tetapi ia tidak cukup berani untuk itu. Itu adalah kelemahan Devin, di mana ia sangat menjunjung tinggi harga diri wanita. Mungkin hanya satu cara untuk menghancurkan kebencian. Yaitu dengan, membenci tanpa ucapan maupun perkataan. Mendiam-kan Vira, untuk sekarang atau mungkin selamanya. Walau Devin sangat mengerti bahwa, ia tak ingin melihat air mata gadis itu jatuh ke pipi merah merona nya. ... Devin bukan orang yang ia kenal. Devin diam melebihi dingin es di Antartika. Wajahnya datar tak pernah telihat lekungan senyum yang menghiasi. Mata nya tajam saat melihat Vira. Dia bukan Devin yang Vira kenal. Biasanya Devin sehangat malam. Di wajah tampan nya selalu terukir senyum. Mata nya selalu menatap Vira dengan lembut. Tapi sekarang... Waktu telah mengubah tanpa tau perasaan ... Kebencian yang tertanam di benak Devin, terus membara bila bertemu Vira. Bahkan ribuan kata maaf tidak berarti bagi-nya. Vira tau Devin membenci nya. Vira yang selalu membujuk Devin untuk mendengar-kan penjelasan nya, tapi Devin tetap saja bersihkukuh tidak ingin mendengar dan selalu pergi bila Vira membahas tentang ini. Akan-kah Devin menerima permintaan maaf Vira, atau sebaliknya. ... "Makasih udah pergi ninggalin gue, dan membuat gue benci. Jadi gue gak perlu susah-susah buat merelakan lo pergi dengan kesendirian gue. Buat gue ngelupain lo itu gampang" - DEVIN "Gue tau ini salah gue, tapi ini bukan jalan terbaik Vin. Dan apa yang lo maksud dengan alasan busuk gue?.., bahkan lo gak pernah ngasih gue waktu buat jelasin semua nya" - VIRA