Bertutur tentang sebuah kisah cinta yang sangat rumit antara dua anak manusia yang digambarkan sebagai air dan api. Dilatarbelakangi perjalanan sejarah Majapahit, Blambangan, dan Galuh Pakuan. Dipadukan dengan cerita silat tempo dulu yang mengembalikan ingatan kuat tentang orisinilitas dari sebuah warisan kuno budaya tradisional di Pulau Jawa Dwipa. Kebenaran dan kejahatan adalah putih dan hitam. Namun, ada juga beberapa penggal abu-abu yang seringkali tidak memihak kepada siapa pun tapi bisa membelokkan sejarah dan nasib. Tokoh-tokoh yang berkeliaran di dalam novel ini sebagian besar adalah fiksi, namun cukup kuat untuk menggambarkan bahwa cinta, kasih, benci, rindu, dendam, amarah, dan khianat adalah benar-benar benda purba yang selalu merayapi hati manusia setiap harinya. Arya Dahana dan Dewi Mulia Ratri adalah gambaran dari tokoh-tokoh sentral yang menguasai napas novel ini. Mengembusi setiap halamannya dengan petualangan, kesakitan, kasih sayang, dan ilmu kesaktian yang tidak pernah ada habisnya. Dyah Puspita dan Andika Sinatria adalah bayangan dari dewa-dewi yang membuktikan tentang kemurnian itu memang ada. Kemurnian yang melahirkan pengorbanan, menumpahkan darah, mengalirkan air mata. Pengorbanan, darah, dan air mata yang menjadi bukti bahwa keindahan itu tidak selalu harus hadir dengan tawa dan mesra. Arawinda, Ayu Wulan, Putri Anjani, Pangeran Bunga, Pendekar Pelajar adalah bagian dari perjalanan yang harus ditempuh. Ada wangi bunga di sana, ada manisnya madu di sana, ada pahitnya buah maja di sana. Semua rasa itu berpadu menjadi sebuah perhentian yang tidak pernah untuk berhenti. Menjadi sebuah pelabuhan yang tidak pernah untuk berlabuh. Menjadi sebuah tarian indah yang tak pernah ditarikan. Menjadi sebuah kidung cantik yang tak pernah dinyanyikan. Keangkuhan dan harga diri para tokoh menjadi perhiasan hati yang dibanggakan. Rasa kagum dan iba juga menjadikan tikungan-tikungan dalam cerita menjadi lebih tajam dan membahayakan.All Rights Reserved
1 part