Gue nggak tahu, lho kalau akhirnya bisa punya saudara. Kali ini kisahnya lebih miris. Mirip di sinetron-sinetron tentang anak pungut yang akhirnya jadi pemeran protagonis lalu dianiaya. Tapi masalahnya... kenapa gue yang harus jadi pemeran antagonis? Mas Tedjo nama saudara gue. Papa mungut dia entah dari mana. Kalau dipungut waktu masih bayi berarti emang ditelantarkan orang tuanya. Seperti yang di sinetron, lho! Yang dibuang di tempat sampah itu! Kami tumbuh bersama, dengan kepribadian gue yang selalu galak dan seenaknya. Gue punya alasan untuk itu! Iri salah satunya. Sayangnya Mas Tedjo emang protagonis sejati. Gue selalu kebagian jahatnya. Dia terlalu baik, terlalu lembut, juga pemaaf. Padahal gue sering mengatainya ndeso karena celana olah raga dan juga style bangun tidurnya itu. Gue emang merasa bersalah, tapi gue kesal. Dia bukannya marah ketika dihina, tapi malah menerima dengan ikhlas. Kepalanya sering menunduk, berkacamata minus entah berapa, otaknya jenius, doyan baca buku, cara bicaranya lembut, bahkan santun pada orang yang lebih tua! Ketika dia tampak terpuji begitu, gue jadi makin kesal, tahu! Sampai kapan gue jadi pemeran antagonis di dunia ini?
13 parts