Sebentar, sepertinya ada yang salah. Benarkah kau masa kemarinku? Lalu mengapa sampai sekarang namamu masih berkeliaran di kepalaku?
Lupa adalah satu-satunya tugas hatiku jika menyangkut perihal kamu. Tapi luka menjadi satu-satunya pengingat, bahwa kamu pernah dan masih menjadi pemberi pengaruh terbesar soal rasa. Debar, detak, jantung, dada, masih senantiasa menjadikanmu raja. Aku masih merinding jika tak sengaja melihat namamu. Entah apa yang membuatku begitu betah menahanmu dalam kepala. Padahal manismu bisa kuhitung dengan jari tangan satu. Aku lelah menghindarimu. Berulang-ulang memaksa kaki menjauhimu. Tapi sekali rindu, aku rela menghancurkan seluruh dinding yang kubangun sendiri. Aku berputar-putar di sini saja. Di pusaran kenangan indah yang kubingkai lebih indah lagi dengan balutan delusi-delusi tentangmu. Aku kesakitan, sungguh sakit luar biasa. Bukan karena aku tak akan bisa menahanmu dengan lengan-lengan kecilku, bukan juga karena aku tak bisa meminta satu kecup panas di bibirku. Tapi karena kamu sudah berhenti dari menginginkanku.
Cinta, jangan pernah merasa bersalah. Aku yang terlalu jatuh cinta, sedang kau hanya ingin bermain semata. Segala rindu, damba, perih, dan sisa kasih biar menjadi urusanku saja. Kau tak perlu tahu. Berbahagialah, aku baik-baik saja.
Aku, pemanismu.