Kalau boleh bibir tipis berucap, setiap jiwa selalu punya haknya sendiri. Bertarung melawan arus titisan, diiringi daun yang mengusik perjalanan. Kelokan terjal dan jurang mematikan, sosok manusia mana yang tahu masa depan?
Pernah dikecap, huyungan daun itu terdapat lingkaran cinta, tetapi bisa juga sebuah dendam gelap yang lara. Seiring waktu, perpijakan tanah ini diembus angin kuat sang cakrawala. Akan diluluhlantakkan seperti apa nanti? Membiarkan jentikkan jari menghitung seberapa besar halangam itu, dalam antologi puisi ini.
Cover oleh @lord_gavin