"Alluna Senja dan Ardiaz Enrio Farick terdengar lebih enak didengar telingaku." Suara maskulin yang membuyarkan lamunan Senja tiba-tiba bergaung di seluruh penjuru ruangan yang sepi.
Senyum di bibir Senja seketika lenyap begitu menyadari siapa yang tengah ditatapnya saat ini melewati cermin yang ada di hadapannya. Wajah yang sama, bentuk tubuh yang sama dengan pria yang dicintainya, kecuali tatapan mata dan aura yang menguar dari tubuh pria itu, sosok di belakangnya adalah cerminan Adam.
"Seharusnya ini menjadi akhir untukmu, Diaz. Kau tidak mungkin mencintai istri dari saudaramu sendiri." Senja menekan suaranya pada kata istri.
Senyum tipis yang masih terukir di salah satu sudut bibir Diaz menunjukkan bahwa ia sama sekali tak terpengaruh oleh kata-kata Senja. "Cintaku tak pernah berakhir, Senja."
Senja berdiri dari duduknya dan membalikkan badan dengan kasar menghadap Diaz. Menatap lurus pria itu dan bertanya, "Apa Adam tahu kau di sini?"
Diaz mengedikkan bahunya tak peduli, "Kami terbiasa berbagi apa pun sejak kami masih dalam kandungan. Dia tidak akan keberatan mendapati aku di sini."
Jemari Senja terkepal di kedua sisi tubuhnya, "Hentikan kegilaanmu, Diaz. Kau tahu aku mencintai Adam. Amat sangat."
"Aku tahu. Adam juga sepertinya tahu." Tangan kanan Diaz terangkat. Berusaha menyentuh wajah Senja, tapi wanita itu beringsut menjauh hingga menyentuh meja rias dan tak bisa menghindar ketika jemari Diaz menyentuh pipinya. Belum lagi gaun pengantin yang dikenakannya cukup mampu membatasi gerak tubuhnya. "Apa pun, saudara kembarku itu selalu mengalah padaku. Sayangnya..." senyum muram yang dibuat-buat menghiasi bibirnya. Jemarinya sempat mengusap sisi pipi Senja dengan lembut sebelum wanita itu menepisnya dengan kasar. "...hanya kau satu-satunya hal yang tidak bisa diberikannya padaku."
"Kau tidak akan hamil,"
Kegiatan Abigel yang tergesa-gesa ingin meminum obat yang baru saja ia temukan didalam laci terbatuk seketika mendengar suara berat dari belakangnya. Dan___ sejak kapan pria itu berdiri disitu?
"Maksut om?"
"Saya tidak bisa punya anak,"
Wajah panik Abigel berubah kaget, jadi maksutnya pria jangkung berbadan kekar didepannya ini mengatakan bahwa dirinya tidak subur? Alias infertilitas?
What?
Dirga mendekati perempuan yang sekarang terduduk lemas dengan selimut tebal yang masih membungkus tubuhnya.
Entah karena syok akan ucapannya barusan atau baru teringat dan menyesali akan kejadian semalam, atau apapun itu ia tidak peduli.
"Kau memang tidak akan hamil, tapi Jangan sampai ada rumor yang tidak jelas, saya benci dengan scandal, kau pahamkan apa saja yang bisa kuperbuat, jadi jangan coba bermain-main lagi denganku," peringat Dirga.
Setelah meninggalkan sebuah cek bernilai ratusan juta diatas nakas. Pria itu berbalik dan pergi dari sana dengan gaya angkuh-nya.
____
Abigel menatap nanar benda yang berada ditangannya. Bagaimana bisa ucapan yang ia dengar beberapa hari yang lalu bisa semeyakinkan itu ditelinganya.
"Sekali bikin langsung jadi? Dasar om om jelek!"
"Katanya aman, gak bakal hamil,"
"Ini kok garis dua?"
____
Penasaran? Baca kuy!
18+
Revisi nunggu cerita tamat🙏