ketika tolak ukur cantik adalah, lingkar perut, lengan dan paha yang kecil, rambut halus seperti sutra, mata berbinar seperti bintang, alis seperti semut hitam berbaris, hidung mancung, tinggi layak genter, kulit putih seperti terigu, halus seperti keramik. bukan seperti venus, yang ehm... lebih beberapa kilogram di seluruh tubuhnya, dan tinggi tak seberapa 160cm aja masih kotor dengan high heel. lalu bagaimana jika memiliki tubuh ideal adalah keinginannya sementara puluhan gadis bertubuh layaknya model di temukan tewas dengan tubuh tak sempurna, apa ia akan mengurungkan niatnya atau tetap dengan obsesinya...
"Gue udah bilang buat istirahat di kamar kan? Kenapa keluar?" Suara berat itu sungguh membuat degup jantung gadis ini bertambah. Namun gadis ini seperti mendadak lupa caranya berbicara
Melihat tak ada jawaban yang akan di berikan membuat lelaki bertubuh tegap ini mengangkat sebelah alis nya "Mendadak bisu? "
Lelaki itu mengangguk mengerti "Oke.. kira-kira hukuman apa yang cocok buat lo?" Tangan kekarnya terangkat menyingkirkan daun kering yang menyangkut di rambut sang gadis. Membuat sang gadis terkesiap atas tindakannya
"Mungkin akan kita pikirin saat udah sampe di mansion. Ayo kita pulang kelinci nakal" ia langsung mengangkat si gadis di bahu kanannya berjalan kembali ke mansion
"Gue.. lepasin gue. Lo gak bisa gini.." kalimatnya melemah disusul dengan kesadaran nya yang makin menipis "Keir.." lirihnya, sebelum pandangan nya menyatu dengan pekatnya malam
Keir tersenyum tipis "Of course I can" ia mempercepat langkahnya ingin segera mengurung sang gadis hanya untuknya
"Amaia.. amaia.. amaia" gumamnya terus mengucap nama gadis yang sekarang sudah berada dalam genggamannya
Ia bersumpah ia tidak akan membiarkan amaia meninggalkan nya. Amaia harus terus berada di sisinya, berada dalam genggamannya, dalam dekapan nya..
Dalam kendalinya