Matanya, berkilau seperti Fajar yang datang dari ufuk timur. Menyilaukan, namun kehangatannya membuat tubuhku hangat sekujur. Hingga sebuah rasa kerinduan tidak sempat tertutur. Senyumnya, melukiskan sebuah kepastian. Hingga perasaankupun diuji dengan penantian. Penantian tanpa sebuah jawaban. Tawanya, membuat dunianya serasa menjadi miliku. Namun ketika ia melihatku, justru kupalingkan segera dengan kaku. Iya, karena aku tidak ingin dia tahu. Karena jika ia tahu, kupikir semuanya akan segera berlalu." Tulis Elva dalam buku hariannya. Apa yang bisa dilakukan dengan Elva? Mengagumi tanpa pandai berkata dihadapannya.