Telah kusemai benih rasa dalam buaian asmara di bilik kiri dada.
Kusirami dengan curahan kasih sayang yang mengalir bersama sejuknya embun fajar.
Nyanyian syair penuh rindu terdengar begitu syahdu, mengiringi mekarnya kelopak sang bunga.
Kemudian, aku menemukan dirimu begitu layu, tak terurus. Memungut, lantas kupercantik hingga silau netra yang melirik.
Melupakan bahwa dibalik cantiknya mawar, tertanam duri-duri yang tajam.
Sakit itu terus berlanjut, berawal dari saat satu duri berhasil melukai jari telunjuk.
Terlanjur kecewa, kuputuskan untuk menggenggam lebih erat dirimu tanpa peduli seberapa banyak darah menetes perih.
Nyatanya aku tetap bertahan. Meski jemariku hancur lebur bersama ilusi.
Harapku, disaat penyesalan menyusup ke dalam dadamu mengikat penuh tulang rusuk ringkih itu, yang pertama kali kau ingat adalah aku.