rasanya suhu mata pada hati telah meleleh karna ia terlalu lelah untuk mananti,
aku sampaikan pada pena karna ia yg slalu mengerti kala aku berkelana,
senjaku tetap menjadi senja dalam ucapan sebait puisi yang mengalun beriringan di setiap ruangnya,
aku bertanya pada cermin, apa aku benar memendam rindu pada senjaku?
mataku bisa berbinar seiring aku melangkah, sedang apa aku ini? meninggal jejak pada senja yang sedang melambai,
Waktu berputar pada udara yang terhembus,
sejak aku melangkah sajakku terhitung untuk tersusun agar ia tak tertiup hingga terapung,
sedang apa aku ini?
bahkan udara menarikku untuk tak berfikir tentang diriku,
bunda mengapa hanya melambai pada adinda?
tak ada lagi syairan cinta yang mampu aku gandakan karna sedikit saja senyum dalam wajah bunda lebih dari syairan cinta,
senjaku bundaku yang kadang letih namun tetap putih hingga rela menahan gelombang perih tanpa mengundang rasa pamrih.