Because everyone know they're lying to themselves **** Hidup di tempat asing dan menjadi diri sendiri akan lebih baik ketimbang hidup di tempat sendiri tapi menjadi asing. Setidaknya itu yang jadi pegangan seorang Pradhina Senja saat akhirnya memutuskan untuk menjalani hidup sebagai manusia baru setelah sekian lama terjerat ruang dan waktu yang enggan ditinggalkannya. Seakan Tuhan tak memberikan waktu yang banyak untuk Senja bisa menikmati kehidupan barunya, sosok lain yang jadi rekan kerjanya datang layaknya kawan lama. Bukhari Abdisadjana, lelaki metropolitan yang dengan mudahnya menerobos benteng yang sudah dibangunnya, mengembalikan perempuan itu pada hidup yang sudah ditinggalkannya. Hari meminta bantuannya, mengajaknya mengobrol seperti seorang teman -satu kata yang levelnya di bawah hubungan lain yang Senja sudah lupa ada kata itu di dunia ini. Satu kata yang membuat Senja berpikiran bahwa sebuah hubungan tidak perlu dideklarasikan. Sebab baginya, sebutan seperti itu hanya untuk penekanan akan tugas dan fungsi satu sama lain. Tapi bukan Hari namanya yang akan membiarkan begitu saja benteng tinggi menghalangi lajunya. Dengan segala ambisinya, ia tetap pada jalannya, tak peduli dengan anggapan Senja. "Enggak ada obrolan di luar pekerjaan. Enggak ada kontak selain tentang pekerjaan. Pun, nggak ada hubungan lain selain karena pekerjaan." Dengan fasihnya Hari melafalkan slogan yang pernah Senja tekankan padanya saat Hari hendak membantunya. "Gue nggak lupa itu. Tapi kalau gue bilang prinsip gue Manners Maketh Man, lo ngerti maksud gue?"