"Gue gak nutup diri, gue sadar diri. Iya, dunia itu emang luas tapi lo cuma satu. Gue harus keliling dunia cari seseorang yang kayak lo? Udah gue bilang, lo cuma satu. Gue gak mau berjuang sampai sini. Kalaupun lo cape, gapapa. Gue tetep mau nunggu di sini, di belakang lo.
Gak apa-apa lo mau sama siapapun juga, tapi izinin gue untuk tetap bertahan, karena gue bertahan untuk kebahagiaan yang selama ini banyak gue rasain.
Gue tau, cuma lo yang bikin gue sebegininya. Jangan suruh lagi gue cari yang lain, percuma.
Selamat istirahat."
Sepenggal percakapan dari lelaki bertubuh jangkung ketika malam kesekian perempuan itu memaksa pergi darinya.
Perempuan itu hanya ingin lelaki mengerti bahwa dirinya tidak sesempurna bayangan orang-orang tentangnya. Ia yakin orang-orang yang mengaguminya hanya mengetahui sedikit;
dari sudut pandang seseorang yang sedang jatuh cinta dan menganggap semua hal di dunia ini indah.
Jika hal buruk terjadi pun tetap akan dilewati dengan bahagia karena cinta hanya proyeksi antara tipisnya bahagia dan luka di waktu yang sama, meski dari sudut pandang yang berbeda.
"Dia bisa mencintai gue dengan mengenal gue sebatas permukaannya, tapi gue gak yakin bakal ada yang benar-benar mencintai gue dengan segala kebodohan yang gue punya.
Mungkin bukan gak yakin, tapi belum yakin karena gue berkaca pada pengalaman cinta dangkal yang menyakitkan, lalu kehilangan yang begitu mendalam."