P I L U H : Rasa Matahari

Aku menyadarinya bahwa aku sudah terlanjur tersesat dalam misteri, terjebak dalam rasa, termeterai dalam rindu. Rindu fana yang sampai saat ini belum selesai.

Piluh ini membuat duka yang menjadi-jadi.

"Apakah memang semua hal perlu kamu tahu? Kenapa dengan melihat sesuatu kamu ga cukup untuk ngertiin itu?" tanya lelaki yang berdiri di depanku dengan kelu.

Hujan begitu lebat, tetapi aku dan dia tidak beranjak dari tempat dimana kami berdiri karena kami menyukai hujan. Kaku, percakapan horor yang selalu ia mulai.

Aku masih mematung, mencerna setiap pertanyaan yang ia lontarkan, tetapi pertanyaan terakhir adalah pertanyaan yang paling tidak bisa aku jawab.

"Aku sedang berusaha melakukannya." Aku menunduk lesu.

"Selalu saja seperti ini." Jawabnya.

"Jangan selalu bertanya untuk hal yang sudah pernah ku jelaskan sebelumnya, itu menunjukkan ketidaksungguhanmu dalam mencintaiku. Karena aku akui, tidak semua hal perlu kamu mengerti." Sambungnya. Ia membalikkan badannya dan meninggalkanku di tengah derasnya hujan.

"Kamu terlalu misterius bagiku." Jawabku pelan, wajahku sudah dipenuhi dengan air hujan dan air mata.

"Kamu begitu berarti, tetapi aku yang tidak tahu menunjukkannya kepadamu." Aku masih terus menatap punggung lelaki itu berharap ia berbalik dan memelukku, tetapi sepertinya harapanku hanya sia-sia.