DUNG!
"HEADSHOT!" Gelak tawa samar-samar terdengar. Sesekali mata ini mengerjap-ngerjap, memastikan apakah semuanya baik-baik saja.
Sebaliknya, Hantaman itu terasa begitu jelas. Cepat dan kuat. Tidak berdarah, namun lebih dari cukup untuk membuat kepala ini sakit, tak bergeming.
"Sorry, I didn't see you standing right there," ucap lelaki itu tertawa kecil sambil mengambil bola basket yang kini memantul perlahan di atas lapangan.
Bagaimana bisa dia tidak melihat pekerja paruh waktu yang sedari tadi sibuk menjajakan minuman di tepi lapangan. Sudah lebih dari tiga jam aku berdiri disini. "Sudah gila ya?" batinku.
Kuambil sebotol minuman di tengah bongkahan-bongkahan es itu, lalu menempelkannya di tengkuk kepalaku.
Ingin sekali aku berteriak, melemparkan botol-botol itu ke mukanya, sambil mengucapkan makian, sumpah-serapah, atau apapun itu hanya untuk membuatnya menderita.
Tapi, tidak. Tidak kulakukan. Berurusan dengan orang macam dia sama saja menulis namaku sendiri di jajaran "blacklist".
Kuangkat box-box itu. Lalu beranjak pergi, keluar dari lapangan yang kini semakin memanas. Mentari mulai muncul dibalik awan.
"Heiii! kau lupa sesuatu!" teriak lelaki itu dengan tatapan tajam, memerhatikan punggungku dari kejauhan.
Aku menoleh. Membalas tatapan tuan-kaya-raya yang perlahan-lahan berjalan ke arahku. Dengan sedikit menunduk, ia mendekatkan bibir nya di sampingku, tepat di telinga kiriku.
"HARGA DIRIMU," bisiknya.