Mereka tahu, berdukun terlarang di kampungnya. Mereka paham, pacaran adalah aib di kampungnya. Larangan dan pantangan sejak masa lalu, ternyata tak menyurutkan nyali mereka. Sanksi sosial yang dijatuhkan orang kampung, dibuang sepanjang adat, diusir dari kampung dan tak diizinkan lagi untuk pulang, sekali pun hanya jasad, tak membuat Badri dan Rabiatun jera.
Badri dan Rabiatun bermain api. Keduanya memanfaatkan waktu-waktu sempit. Keduanya mencuri-curi kesempatan untuk menjalin hati di tempat-tempat berbeda. Kedekatan hubungan keluarganya, dimanfaatkan untuk merajut hati itu.
Di balik jalinan hati yang hendak direkat, diam-diam keduanya justru terjebak pada prilaku masing-masing. Rabiatun terjerat cincin yang melingkar di jari manisnya. Badri terkepung oleh perangai tak senonohnya.
Di satu sisi, Badri sangat mencintai Rabiatun, teman kecilnya. Di sisi lain, Badri juga tak bisa mengelak dari ancaman Mirna. Mirna memaksakan agar Badri menerima hatinya, sementara Badri tak pernah merasakan apa pun pada Mirna.
Mirna mengancam, jika Badri menolak hatinya, ia akan membeberkan perangai Badri sesungguhnya kepada orang kampung. Badri sangat takut jika itu terjadi.
Lalu, siapa pula Mirna sesunguhnya, yang memaksakan hati Badri untuknya? Bagaimana pula gejolak hati Badri pada Rabiatun? Lalu kenapa Rabiatun memakai cincin yang kini juga ada digenggaman Badri, sebuah cincin berkelopak mawar?