Aku masih ingat, bagaimana kamu mengubah sesak menjadi tawa, dan luka perlahan pudar. Bersama akar-akar kebahagiaan, kamu besarkan keceriaan. Tumbuhlah senyum, aku petik setiap hari, dan ia tak pernah habis hanya dengan perlakuanmu yang manis.
Saat itu, dengan hubungan yang menentang peraturan, aku berpikir bahwa diriku hanya akan menjalani hari-hari penuh sekat denganmu. Dan aku siap, bila memang harus begitu. Kamu pun menguatkan aku, memberiku semangat, bahwa aku gadis yang kuat dan perlahan menjadi yang lebih dewasa.
Sejak awal memulai, tak hanya peraturan yang menentang, tapi juga orang-orang. Aku berusaha sekuat tenaga untuk bertahan, membuktikan bahwa aku dan kamu tak akan menjadi beban di dalamnya. Namun ternyata, berakhir aku sendiri, lagi.
Dengan sangat tiba-tiba, kamu meminta untuk menyudahi hubungan ini dan menunggumu hingga waktu mengizinkan kita untuk sama-sama kembali. Dan dengan sangat tiba-tiba pula, air mata ini jatuh dengan derasnya, dada ini sesak seperti di hantam palu yang amat besar.
Aku memilihmu karena kamu berhasil membenarkan hati yang sempat hancur, tak aku sangka kamu juga yang menghancurkannya. Tapi aku akan tetap ada di sudut ruang yang sepi, menunggumu kembali,
Mengambil serpihan hati, menyatukannya lagi, untuk yang kedua kali.All Rights Reserved