"Kau harus terima pertunangan ini Andi!" Ucap seorang bapak paruh baya, yang duduk di hadapan anaknya bernama Andi... Anak itu terlihat menatap lantai keramik dengan tatapan kosong, hati kecilnya ingin sekali membantah dan berkata "tidak", tapi dia tidak memiliki nyali untuk membantah ayahnya itu. Ia takut akan mengancam kesehatan ayahnya yang saat ini divonis penyakit jantung kronis. "Ayah akan mengurus keperluan kita nanti siang, dan malamnya kita ke rumah pak Budiman untuk meresmikan perjodohan kau dan anaknya" timpal bapak itu lagi, kemudian beranjak menjauhi Andi menuju kamarnya. Andi hanya duduk terdiam, dengan mata yang berkaca-kaca. Jujur saja, hatinya membantah dengan perjodohan yang diadakan oleh bapaknya sendiri, hatinya kecewa. "Rani" ucapnya lirih kemudian bulir-bulir bening menetes dari pelupuk mata. Nama seorang wanita yang begitu ia sukai, hadir dalam alam imajinasinya, seorang wanita yang ia harapkan sebagai pendamping hidupnya kini hanya sebuah angan-angan yang jauh untuk dicapai. Andai saja ibunya masih ada, tentu ibu membelanya, dan menenangkan kecamuk yang melanda hatinya saat ini. Namun, ketika ia masih berumur sebelas tahun, ibunya meninggal karena kanker otak. Saat itu ia terpukul sekali, ibunda yang dikasihinya meninggalkannya pergi tanpa bisa kembali lagi. Dengan hati berat, Andi mengenakan pakaian terbaiknya untuk malam ini, ia harus bisa menerima sosok wanita, yang kelak akan menjadi pendampingnya. Dan berusaha mencintainya. Dengan harapan Allah ridho padanya, pun orangtuanya akan senang sekali. BERSAMBUNG...