18 Partes Continúa Minho berjalan di dalam eter-ruang hening antara lalu dan nanti, tempat kenangan melayang seperti debu yang tak pernah benar-benar jatuh. Ia tak lagi mengejar waktu, hanya berusaha hidup berdampingan dengannya. Hari-hari terasa lunak, seperti suara yang ditahan di tenggorokan, seperti pesan yang tak pernah tersampaikan.
Chan, baginya, adalah kabut yang enggan larut. Sudah lama Minho menutup pintu itu, tapi suara-suara samar masih menyelinap lewat celahnya-tawa, janji yang tak selesai, dan keheningan yang dulu terasa hangat. Ia tidak tahu apakah masih ingin dipertemukan, atau hanya ingin tahu bahwa perasaan itu tidak sendirian.
Kadang ia membayangkan-kalau mereka bertemu lagi, apa yang akan tersisa? Luka yang sudah berubah bentuk? Atau keberanian yang akhirnya pulang? Dalam eter, Minho menunggu tanpa benar-benar menanti, berharap tanpa benar-benar ingin ditemukan.