"Tya, kapan kamu akan menikah?" tanya sang ayah.
"Nanti, Yah, kalau sudah ada jodohnya," jawaban ringan itu yang selalu menjadi andalan Adistya.
"Iya kapan?" tanya kembali ayahnya yang sepertinya tak sabar menginginkan sang putri untuk segera menikah.
"Sabar kali, Yah, toh jodoh gak akan ke mana."
"Jodoh memang tidak akan ke mana, tapi kalau gak ke mana-mana kapan dapat jodohnya."
Kutipan itulah yang selalu ayahnya ucapkan. Membuat Adistya memutar bola matanya bosan. Ayahnya itu gemar menanyakan perihal jodohnya apalagi mengingat usianya yang sudah menginjak angka 27, usia yang sudah cukup matang untuk membina rumah tangga sampai ayahnya gemar sekali mencarikan jodoh yang untungnya tidak pernah berhasil.
Adistya lelah begitupun dengan sang ayah, sampai akhirnya sebuah kesepakatan mereka buat untuk perjodohan terakhir Adistya.
Kebebasan sudah ada di depan mata, tapi harapan itu harus gagal karena dengan lancangnya kepala Adistya mengangguk mengkhianati hatinya.