Aku hanya ingin dia mengerti. Sedari awal manik kami bertemu, di bawah rintikan hujan, aku langsung tahu bahwa dia Tuanku, bahwa dia hatiku. Tapi, Tuanku hanya menganggapku budaknya, yang senantiasa bersujud di depan pintu dan mengharap belaian pada puncak kepala. Tuanku, Tuanku, engkau belahan jiwaku. Engkau pula pelipur laraku. Sungguh aku mencintaimu, wahai Tuanku.