Suara guruh yang bergema mengikuti cahaya kilat turut menambah suasana menjadi semakin menakutkan. Di balik suasana yang mengerikan itu, para santri malah merasa senang, karena sudah lama mereka tidak mandi dengan air bersih. Sekitar dua minggu sebelumnya, para santri harus merelakan tubuh kurusnya disiram oleh air bor yang sangat bau dan berwarna kecoklatan. Suasana mendung sore itu memberi harapan untuk merasakan mandi air hujan. Segera para santri menyiapkan ember-ember dan menjejerkannya di bawah seng masing-masing asrama. Polah seperti itu juga dilakukan oleh Aran, Wawan, Nardi, Madan, Ito dan Yogi. Di kamar mereka, Hanya Ito dan Aran yang bersemangat untuk menadah air hujan yang akan turun. Sementara Nardi, Wawan dan Yogi masih tidur, karena tidak puas dengan tidur siang yang singkat beberapa jam yang lalu. Segera ember bekas cat berukuran besar dan ember hitam ukuran sedang disimpan di bawah talang air yang mencurahkan air hujan disamping kamar. Tidak lama setelah itu, hujan pun turun. Hujan turun begitu deras menghantam bumi dan atap seng asrama, sehingga membuat suara ribut. Begitu ributnya, Aran dan Ito sampai berteriak untuk saling memanggil satu sama lain. Angin juga begitu kencang, menghempas apa yang ada di sekitarnya. Pelepah dan daun kelapa sawit dibawa hilir mudik bergoyang karena dihantam angin. Waktu sudah menunjukkan pukul 5 sore. Nardi, Wawan, Madan dan Yogi tidur mati. Suara berisik dan hembusan angin yang masuk ke kamar tidak sama sekali menganggu tidur mereka. Nardi tidur dengan posisi bujur kaku dengan telapak tangan bersedekap seperti mayat fir'aun. Wawan tidur dengan posisi melengkung seperti udang yang digoreng di minyak yang panas. Madan tidur dengan tangan satu di bawah kepala yang satunya lagi di antara dua paha. Sedangkan Yogi posisi tidurnya sangatlah tampan seperti Aliando sariff yang sedang ekting tidur ( WKWKWK, di puji sedikit biar makin besar kepala )
24 parts