Menginjak lokasi yang tidak pernah dikunjungi. Memandang luas ke sekeliling. Merasakan keeksotisan elemen air, sungguh menenangkan. Sejak memantapkan diri untuk tinggal di sekitar daerah berair. Pengalaman yang terbaharui masih berdatangan. Dari kos yang memiliki desain tiga lantai. Persis di atap bagian untuk menjemur pakaian tepatnya ke arah pepohonan lebat. Di tangga untuk ke lantai dua. Di depan jendela kamar. Di depan kos yang tepatnya di dalam sumur. Sampai jembatan di atas sungai yang kecil arusnya. Satu demi satu terungkap baik analitik maupun dramatik. Dialami sendiri sampai ada orang lain yang mengalami kejadian yang sama. Berfokus pada pencapaian prestasi sebagai mahasiswa muda ternyata tidaklah cukup. Harus juga bersuka cita mengalami gesekan dengan dimensi lain di sekitar tempat berteduh. Tidak semua yang diceritakan akan dipercaya, karena tidak semua orang mengalaminya. Dikatakan dusta, namun memang seperti itu keaslian kisahnya. Menangkis kenyataan yang dihadapi tidaklah mungkin. Sudah tersurat dari asalnya. Melihat, mendengar, merasakan. Berpapasan, mengamati, hingga berpura-pura tidak tahu bahkan berpura-pura tidak mendengar. Sandiwara bukan hanya ditonton, ditampilkan manusia terhadap manusia lain. Tetapi juga ditampilkan oleh manusia terhadap bentuk lain dari kehidupan. Merasa nyaman di kamar sendiri karena telah dibacakan doa yang membentengi diri dari ketidaksiapan berteriak ataupun diam membisu tanpa kata. Duduk mengacaukan pikiran agar bisa serius mengerjakan tugas. Memasang keras speaker dan memutar lagu yang keras juga untuk mengalihkan suara-suara tak jelas. Entah darimana asal-usulnya. Menyanyi keras sampai tenggorokan sakit untuk mengesampingkan intimidasi juga bisikan parau yang menggema di telinga. Banyak yang tinggal, bersenda gurau. Banyak yang melakukan hal negatif. Banyak yang tidak serius beribadah. Banyak yang hanya memikirkan dan berpacaran bebas. Banyak pula yang menyaksikan hal porno. Banyak juga yang pulang parah.All Rights Reserved
1 part