Tahukah kawan? Aku dan mimpiku dibesarkan oleh seorang ayah setengah sakti, yang bulu hidungnya menyembul keluar; seperti bulu-bulu sikat gigi yang membikin geli. Begitupun kakakku, seorang kapten tampan dalam imajinasinya, yang dipaksa ayah untuk melukiskan mimpi-mimpi di atas kanvas kemiskinan. Ya, kami miskin. Rasanya tak perlu lagi kudeskripsikan kemiskinan yang kumaksud itu. Cukup kukatakan: atap rumah kami bocor, sehingga jika hujan turun, badan kami kuyup. Itu cukup mewakili kemiskinan kami. Dan barangkali itu pula yang menjadi alasan ayah menyebut diri kami Tiga Lelaki Hujan. Ya, tiga lelaki yang terpenjara dalam kertas-kertas mimpi muluk yang telah usang. Tahun 1997, kakakku hilang entah kemana. Kata Mbah Bandung, orang pintar di kampungku, kakak diculik makhluk gaib. Menurut para aktivis, kakakku diculik penguasa politik. Kata Kazea, kakakku melakukan percobaan mesin waktu untuk menuju masa depan. Entahlah. Siapa yang benar, yang pasti,kami memiliki banyak cerita. Termasuk kisah cinta. Maka kujamin, kau akan mengetahui setidaknya sedikit tentang aku, ayah dan kak Nayas melalui buku ini. Buku yang kutulis bukan hanya untuk mereka yang telah menghilang. Tapi juga untukmu, yang tak suka menangis. Tiga Lelaki Hujan: a novel by Saepul Nurdin * Mengenang mereka yang hilang antara tahun 1996-1998 * #498 General Fiction 30 Maret 2018 #463 General Fiction 05 April 2018
15 parts