"Al, kamu mau 'kan mengalah untuk aku, untuk kebahagiaan dia juga." Kendra menangkup tangan Alika dengan kesepuluh jarinya. Memohon dengan sangat. Di hadapan sahabatnya, Alika Alvenia membeku. Lidahnya kelu tak mau bergerak, dua netranya pun menunduk dan berjuang menahan air mata hendak jatuh. Kendra tak pernah meminta pada Alika, yang ada selalu mengalah untuk sahabat kecilnya. Memang benar Alika egois, apalagi pada permintaan Kendra yang paling sulit itu. "Sekali pun kamu nggak mau, waktu nggak akan menuruti apa yang kamu mau," tegas Kendra, perlahan melepas tangannya. Alika baru berani mengangkat kepala, mulai takut dengan nada suara Kendra yang terdengar langka. Saat itu ia tahu bahwa Kendra kecewa. "Kamu benar. Waktu nggak akan suka dengan mau aku, bahkan menendang aku jauh dari kenyataan ini. Menyiksa aku, menghukumku dengan rasa yang aku ciptakan sendiri." Kendra bangun dari duduknya, pindah mendekat ke samping gadis beralis tebal itu. Memeluknya, tak tahan atas kasar ucapannya tadi. Kendra bukan orang yang tega menyakiti, apalagi pada sahabatnya sendiri. "Aku akan bantu kamu jadi Alika yang aku kenal. Kamu hanya perlu sabar dan berjuang," ucap Ken pelan, mungkin terdengar seperti bisikan di telinga Alika. Kamu nggak akan bisa, Ken. Karena, aku pun nggak pernah berniat untuk kembali jadi aku yang dulu, apalagi berjuang untuk membuang rasa itu.All Rights Reserved
1 part