Diam, hening, senyap. Aku yang tadinya memegang tangan Ina kini terlepas begitu saja, aku sulit bernafas, dada ini terasa sesak, jantungku seolah berhenti berdetak. Rasanya aku seperti berdiri diatas lantai dua pulu, seandainya aku melompat dari sini kebawah, aku akan terpental keras dan jatuh kebawah. Semua sudah hancur, musnah, dan sulit untuk utuh dan kembali seperti semula. Baru beberapa jam yang lalu, aku mendengar kabar tentang dia dan kini dia sudah tidak ada lagi. Akbar telah pergi untuk selama-lamanya. Rasanya aku ingin nangis, percuma walau seberapa kencangnya aku berteriak dia tidak akan bisa kembali lagi. Aku menangis terus tiada henti, aku tau itu percuma tapi cuma itu yang bisa aku lakukan. "Andai saja Akbar tidak menjemput ku saat itu saya yakin keadaanya pasti tidak seperti ini!." "Percuma kau sesali-setiap hal, percuma hal itu tidak akan kembali utuh lagi." Aku diam dan kemudian Ina memelukku. "Percayalah jiwaku saat ini telah melepaskan diri dari ragaku." ucapku terisak. "Aku sudah mati saat ini Ina." "Ikhlaskan dia Ara." "Saya mau lihat Akbar." "Tidak bisa Ara." "Kalau saya tidak bisa memilikinya biarkan saya melihatnya ke terakhir kalinya, dimana dia?" Ina menatapku. "Akbar dimana?." teriakku histeris. "Dia sudah dikebumikan." ucapnya. "Umi menelpon ku saat acara pemakamanya selesai." Aku meneguk ludah ku dengan susah paya. Dadaku sesak. Aku berusaha menahan tangis ku agar tak meluncur bebas. Kau harus sabar Ara!. Next>>>>>
19 parts