Jika cinta tak harus memiliki, lantas untuk apa ia diciptakan?
Apakah takdir harus dipersalahkan karena mempertemukan dua insan yang sama?
Begitulah takdir mencoba merangkai cerita cinta kedua insan, Jeongyeon dan Tzuyu. Dari sebuah kesalahpahaman yang konyol hingga cinta yang yang tak tersampaikan.
.....
"Mengapa kau perduli dengan luka dikakiku?" Tanya Tzuyu sinis. "Bukankah kau tidak suka berurusan denganku, 'unnie'?"
Tanpa mengalihkan pandangannya dari lutut Tzuyu yang terluka, Jeongyeon berkata, "Diamlah!"
"Aku bukan unnie-mu" jawabnya dingin.
Tzuyu mengatupkan giginya rapat. Kesal, tentu saja.
"Oh... lantas aku harus memanggilmu apa?" tanyanya dengan nada sinis khasnya. "Ajhussi? Agassi? Ahjuma?"
Jeongyeon memilih tetap diam daripada beradu mulut dengan gadis batu itu. Lebih baik mengobati luka di lututnya dengan cepat kemudian meninggalkannya di pinggir sungai Han ini.
"Kyung Wan Oppa?"
Tzuyu menarik sudut bibirnya, saat dilihatnya Jeongyeon sedikit bereaksi dengan terdiam beberapa saat, sebelum ia menempelkan band-aid di lukanya.
"Atau kau lebih memilih 'Oppa'?" (*Oppa: selain berarti 'kakak', bisa berarti sayang)
Habis sudah kesabaran Jeongyeon. Ia perlu memberi pelajaran pada gadis batu ini.
Dengan gerakan yang tidak diantisipasi Tzuyu, Jeongyeon sedikit menegakkan tubuhnya dan memberikan jarak yang tipis pada wajah mereka.
Membuat Tzuyu tercekat dengan tatapan Jeongyeon yang tajam, yang hanya beberapa centi dari pupil matanya. Ia ingin kabur, namun kedua tangan Jeongyeon mengurung di kedua sisinya.
"Panggilan yang bagus" seru Jeongyeon dengan senyum sarkatiknya.
"Mungkin kita harus mencobanya" kata Jeongyeon seraya mendekatkan wajahnya perlahan.
Tzuyu panik! Namun entah 'sihir' apa yang digunakan Jeongyeon, yang lagi-lagi membuat badannya tak bergeming.
Saat nafas hangat Jeonyeon terasa begitu dekat, Tzuyu perlahan mengatupkan matanya.
....
⚠ Warning : - LGBT content
- mature content