Sebutir peluru berdesing melewati telingaku.
Jantungku berpacu cepat, berlomba-lomba dengan adrenalin yang mengalir deras melalui setiap pembuluh darahku.
Tidak sedetik pun aku memelankan langkah, berzig-zag di antara pepohonan, melompati akar-akar yang menyembul dari dalam tanah. Mencoba menghindari maut yang mengejar di belakang, siap mengayunkan tongkat kematiannya.
Sebutir peluru lagi ditembakkan. Kali ini tepat mengenai batang pohon di sebelah kiriku. Suaranya membuat telingaku peka. Tapi tidak cukup untuk membuatku gentar.
Warna-warna berkelebat cepat di sekelilingku. Hijau dan cokelat campur-aduk jadi satu. Aku berlari dan terus berlari, tanpa memedulikan cabang dan ranting pohon yang mengoyak pakaianku, menggores kulitku, dan meninggalkan rasa perih yang menusuk.
Aku bisa saja berhenti. Menyerah. Membiarkan maut mengalahkanku, mengizinkan peluru itu bersarang di jantungku. Memberikan kesempatan pada tongkat kematian untuk merenggut nyawaku. Aku bisa saja menyerah karena aku terlalu lelah dan kakiku telah mati rasa. Tetapi itu tak kulakukan karena jika aku menghentikan usahaku, rasa sakit yang mencengkeram hatiku, yang bahkan jauh lebih sakit dari luka torehan yang disebabkan ranting pohon.
Kalau aku menyerah, tidak akan ada perpisahan.
Peluru lain ditembakkan. Kali ini menyerempet lenganku. Rasa sakit yang membakar membuat air mataku merebak.
Perpisahan. Kata itu menimbulkan kepedihan yang tak ada sangkut pautnya dengan lenganku yang terluka. Aku tak perlu menoleh untuk mengetahui bahwa dia berada tepat di sampingku, dengan kekhawatiran mewarnai matanya, meneriakkan arah mana yang harus kulalui. Jika aku menyerah saat ini, itu hanya akan menyakitinya. Dan dengan melihatnya terluka justru itu lebih
Dia berharap aku terus berjuang untuk tetap hidup, meskipun itu berarti kami saling berucap selamat tinggal.
Jangan lupa Vote and Comment
Senandung Rengganis adalah sosok karakter figuran dalam novel yang sangat menyedihkan, ia digambarkan dengan wajah yang buruk rupa serta sifatnya yang lemah mudah ditindas.
Sosok tersebut juga selalu menjadi rasa pelampiasan amarah karakter protagonis pria yang tak lain adalah suaminya sediri. Karena menurut sang protagonis, Senandung adalah batu besar yang menjadi halangan untuknya bisa bersama dengan wanitanya (protagonis wanita) dan sosok Senandung tersebut di akhir cerita akan mati karena dibunuh suaminya sendiri.
Lantas bagaimana jika jiwa seorang gadis ambisius dan licik memasuki tubuh Senandung?
[Story transmigrasi ke-3 setelah Transmigration Queen & Protagonist Girls]
_________________________
PLIS JANGAN PLAGIAT YA SAYANG-SAYANGKU!!!
HARAP FOLLOW AKUN KU DULU SEBELUM BACA!!!