9 parts Complete By a True Story
Tentang dua anak muda yang menghabiskan waktunya bersama di masa putih abu-abu.
--
Ponselku bergetar. Layarnya menyala terang. Nama Widya muncul di sana.
"Za. Belum tidur?" Tanyanya dalam pesan itu.
Aku melirik jam yang terdapat di sudut kanan atas layar ponsel, mendapati kini sudah jam dua pagi. "Belum, kenapa, Wid?" Aku bertanya balik.
"Temenin gue teleponan dong! Gue enggak bisa tidur, nih."
Sebenarnya, walau berada di kamar, aku sedang sibuk bekerja dengan komputerku. Namun, sejak mengenalnya delapan tahun lalu, aku selalu saja tidak bisa menolak permintaannya.
"Oke." Balasku singkat sebelum akhirnya ponselku berbunyi, ada telepon masuk darinya.
"Masih kerja?" Terdengar suaranya di sebrang sana.
"Udah selesai, kok." Aku terpaksa berbohong. Padahal, aku mengesampingkan pekerjaanku untuknya. "Kenapa? Kok susah tidur? Emangnya mikirin apaan?"
"Enggak tau, nih. Akhir-akhir ini, rasanya susah banget tidur cepet."
"Lu kebanyakan tidur siang kali?
"Bisa jadi, sih. Soalnya gue tidur bangunnya agak siang. Hahaha. Omong-omong, gue ganggu, enggak?"
"Ganggu? Enggak, kok."
"Emang lu lagi di mana, Za?" Tanyanya.
"Di kulkas."
"Hahaha." Ia tertawa. Aku selalu suka mendengar tawanya. "Serius ih! Lu lagi di mana?"
"Di rumah, Wid. Kenapa, sih?"
"Gapapa, nanya aja." Balasnya. "Oh iya, selain kerja, lu sibuk apa lagi deh akhir-akhir ini, Za?" Tanyanya padaku.
Entah apa jawabanku atas pertanyaan itu. Yang jelas, aku bicara dengannya cukup lama. Mulai dari membicarakan soal kesibukan selain pekerjaan, sampai akhirnya membicarakan masa-masa SMA, dulu.
Iya, Widya adalah temanku saat masih SMA. Aku mengenalnya sejak delapan tahun lalu. Aku ingat bagaimana aku mulai mengenalnya waktu itu.