Singularity

"Jangan lupa besok! Awas kalau kau telat!" Perempuan itu memperlihatkan telunjuknya seolah mengancam lelaki yang baru saja mengantarnya pulang.

Ia tersenyum lebar menanggapi kelakuan perempuan yang sudah ia kenal dua tahun terakhir. "Pukul 07.00, aku pasti sudah di sini."

Lelaki itu tak pernah mengingkari kalimatnya. Ia pasti datang tepat waktu.

"Taehyung... tolong aku!" Suara itu terus bergema di telinganya. Tangannya melambai memanggil namanya. Taehyung mencoba berlari mengejarnya tapi seketika semua berubah hitam.

"Taehyung aku takut." Suara itu berbisik tepat di telinganya, ia bisa merasakan air matanya mulai menetes.

Pandangannya masih gelap, tapi ia masih bisa melihat lambaian tangannya. "Taehyung, aku tahu aku menyebalkan, tapi percayalah bahwa aku tak pernah membencimu sedikit pun."

"Arrrrgh...." Taehyung terbangun dari mimpinya, keringat mengucur memandikan sekujur tubuhnya, bahkan kasurnya juga basah. Tangannya gemetar, ia menggigit bibirnya dengan gigi yang bergetar hingga berdarah. "Arrrrgh...." Ia berteriak mencekam kepala dengan tangannya yang besar. Entah sudah ke-berapa kalinya ia memimpikan hal yang sama.

Suara kaki yang berlari lalu terhenti di depan pintunya, "Taehyung kau kenapa?" Ia mendobrak pintu kamar Taehyung dan langsung memegangi tangannya yang bergetar hebat.

"Jimin-ah..." Jimin memberikan Taehyung segelas air tapi ia menolak. Napasnya tersengal, siapapun dapat mendengar irama napas Taehyung yang memburu, suaranya lirih sekali mencoba mengatakan sesuatu pada temannya. "Jimin, aku ingin mati."