Cewek, 25 tahun, good attitude, cantik, modis, pintar-walau pun tidak setiap saat, pekerjaan keren, jomblo.
Kata terakhir itu dijamin mampu menutupi beberapa kata bernilai positif di depannya.
Di saat hampir semua teman wanita seumurnya sibuk mengurus suami dan anak, Rosie Nandiswara masih harus sibuk mengurus pekerjaannya. Saat teman-temannya mendapat pesan singkat dari suami atau pacar yang mengingatkan untuk makan, jangan terlalu capek, dan bla bla bla, Rosie cuma mendapat pesan dari atasannya-lagi-lagi mengingatkan soal deadline.
Ini bukan hidup yang Rosie pilih. Rosie juga mau, seperti teman-temannya yang lain.
Masalahnya, Rosie masih terjebak dengan obsesi anehnya sejak di bangku kuliah dulu.
Rosie punya kiteria sendiri untuk menilai apa seorang cowok cukup menarik atau tidak di matanya untuk dijadikan pasangan.
Ada beberapa hal;
1. Seiman dengannya,
2. Pintar,
3. Wangi,
4. Punya badan lebih tinggi darinya-yang untungnya tinggi Rosie tidak lebih dari 160cm,
5. Single. Belum pernah menikah dan tidak sedang menjalin hubungan dengan siapa pun.
6. Berkemeja slimfit.
Prisha nyaris menghabiskan dua windu hidupnya untuk mencintai seorang saja pria. Terjabak friendzone sedari remaja, Prisha tidak pernah menyangka jika patah hatinya gara-gara Paradikta menikah dapat membuatnya hampir mati konyol. Dia baru saja bebas dari jerat derpresi saat melihat Paradikta justru kembali ke dalam hidupnya dengan aroma-aroma depresi yang sangat dia kenali.
"Kamu pikir, kematian bakal bawa kamu ke mana? Ketemu Saniya? Kamu yakin udah sesuci dia? Jangan ngimpi Radi!"
"Mimpi? Ngaca! Bukannya itu kamu? Menikahi saya itu mimpi kamu kan?"
Dan, Prisha tahu jika Paradikta yang dua windu lalu dia kenal saat ini sudah tidak lagi ada.