Ia adalah anak dari seorang penyembuh, yang juga menuruni bakat sang ibu dan hendak meneruskan tugas beliau sebagai dokter istana. Ia tidak ingat kapan pertamakali dirinya datang, yang ia tahu dirinya sudah berada di sana cukup lama saat sang Raja dan Ratu memiliki putra pertama, yang kemudian menjadi teman bermain dan sahabat karibnya di dalam istana. Namun di usianya yang ke delapan belas, setelah ibunya meninggal karena sebuah penyakit menular yang didapatnya ketika ikut menjadi penyembuh di negeri tetangga yang tengah terserang wabah, ia mengetahui fakta tentang kehidupannya sendiri. Sesuatu yang membuatnya berpikir bahwa delapan belas tahun hidup yang telah dialaminya adalah sebuah kebohongan. Merasa tersakiti, dan ingin menghindari rasa kecewanya yang dalam, ia memutuskan untuk pergi dari istana. Meninggalkan tugasnya, meninggalkan kenangan menyakitkan sang ibu, meninggalkan impian lamanya. Meninggalkan sahabatnya. Ia pergi, bertemu dengan kawan lamanya yang telah lama tidak dijumpainya. Mengikutinya dalam sebuah perjalanan, petualangan besar, untuk mendapatkan jati diri yang selama ini tidak dimilikinya.
Hal yang pernah Rafa sesali dalam hidupnya, yaitu menaruh harapan pada seseorang yang tidak pernah menganggapnya ada.
Dibenci, dihina dan disakiti baik fisik dan batinnya, seakan sudah menjadi makanan sehari-hari bagi remaja yang berusia 17 tahun itu.
Memangnya apa salahnya?
Dia hanyalah, seorang anak yang ingin merasakan keluarga yang sesungguhnya. Bahkan demi mendapatkan hal itu, dia mengabaikan perasaaannya sendiri dan bahkan menjadi orang jahat. Sehingga membuatnya semakin dibenci.
Rafa menyesal. Menyesal pernah berharap agar suatu hari mereka bisa melihat dirinya sebagai saudara dan seorang anak.