25 parts Complete Kisah ini terinspirasi dari kisah nyata.
Kisahku, perempuan bodoh yang terpaksa duduk sebangku dengan laki-laki pintar yang menyebalkan.
--
Aku mencarinya di dalam tas, semua isi tas kukeluarkan dan kuletakkan di atas meja. Namun tetap tidak ada. Aku mencari di kolong meja, mencari di bawah meja dan bawah kursi. Hingga sepertinya laki-laki di sebelahku terganggu dengan keribetanku.
"Ribet banget." Katanya datar sambil mengeluarkan buku dari dalam tasnya.
Aku menoleh ke arahnya sebentar "Apaan, sih, lu?" Balasku kesal. Lalu lanjut lagi mencari-cari pulpenku di dalam tas. Aku ingat betul selalu meletakkan pulpenku di bagian depan tas. Namun pagi ini entah kenapa ia menghilang.
"Kaya enggak ada pulpen lain aja." Ucapnya sinis.
"Apaan, sih? Orang gue cuma punya satu! Lagian, lu, temennya lagi susah nyari pulpen, bukannya bantu, malah nyinyir." Balasku kesal.
Ia menoleh ke arahku. "Mana ada pelajar ke sekolah cuma bawa pulpen satu?!"
"Gue cuma bawa satu." Terdengar suara salah satu siswa yang duduk di bagian belakang.
"Gue juga bawa pulpen satu doang." Terdengar suara siswa yang lainnya.
"Denger, kan, lu? Bukan cuma gue yang bawa satu pulpen ke sekolah. Banyak! Makanya jangan samain orang-orang sama lu. Mentang-mentang rajin, teliti, rapih, dan semua alat tulisnya lengkap!"
"Bawel!" Ketusnya sambil membuka buku catatannya. Ia mulai fokus dengan buku catatannya itu.
"Yaudah gue pinjem pulpen lu, satu."
"Gue cuma bawa satu." Jawabnya pelan.
"Bintaaaang!" Teriakku. Bintang terkejut melihatku. Dan sepertinya seluruh siswa di kelas juga menoleh ke arahku. Termasuk Bu Vivi yang sedang duduk di kursi guru. Aku tertunduk malu setelah tidak sengaja membentak Bintang yang tingkahnya selalu saja seperti minta dimaki-maki.