Menjadi pintar dan mampu berpikir diluar dari kemampuan berpikir manusia pada umumnya, mungkin menjadi suatu hal yang mengesankan bagi sebagian orang. Tetapi, tidak untuk ku. Hal yang dianggap mengesankan bagi sebagian orang itu bahkan terkadang menyiksaku. Aku bahkan tidak bisa sedikit merasa tenang. segala sesuatu terus bersemayam di otak ku, banyak hal yang terkadang tidak bisa ku kendalikan yang pada akhirnya menyiksaku. Hingga tak jarang aku berpikir betapa menyenangkan menjadi orang bodoh, mereka tidak di tuntut untuk berpikir terlalu jauh, mereka hanya berjalan lurus menjalani hidup mereka apa adanya, dan memiliki batasan dalam berpikir. Orang-orang menyukaiku karena kemampuan berpikirku yang mereka pikir sebagai kelebihanku. Sayangnya, Kelebihanku (kata mereka) itu perlahan menjadi kelemahanku.
Elliot Jensen and Elliot Fintry have a lot in common. They share the same name, the same house, the same school, oh and they hate each other but, as they will quickly learn, there is a fine line between love and hate.