Prolog Kami adalah sahabat. Aku mengenal keluarganya. Dan dia mengenal keluargaku. Kami sudah saling mengenal satu sama lain untuk waktu yang sangat lama. Pertemuan pertama kami adalah saat keluargaku memutuskan untuk kembali ke Indonesia. Dan rumahku berada satu komplek dengan rumahnya. Jadi kami mulai saling kenal sejak saat itu. Kami menjadi semakin dekat dan akhirnya menjadi sahabat. Mencurahkan segala keluh kesah kami satu sama lain. Sleep in each other arms is not a big problem. He alwalys give me his shoulder to cry on. Tapi ketika kami beranjak dewasa, perasaan itu berubah. Aku jadi bergantung padanya dan tidak bisa menutupi rasa cemburuku saat ada gadis lain yang mendekatinya. Kupikir itu hanyalah rasa cemburu karena gadis itu mengambil perhatian sahabatku, tapi ternyata itu semua salah. Dan aku tidak ingin menghancurkan persahabatan kami karena perasaan ini. Tapi setelah apa yang terjadi, aku masih tetap berharap dia bisa memberikan hatinya untukku. -Athalie Jovita Moore (20) - Kami seperti saudara. Aku mengenalnya lebih baik daripada papanya. Dia juga mengenalku sebaik aku mengenalnya. Tidak ada rasa canggung sama sekali. Aku membutuhkannya seperti aku membutuhkan mommy. Dia yang terbaik setelah mommy dalam mengenalku. Aku tidak perlu mengatakan apa yang aku rasakan, dan dia sudah tahu apa yang harus dilakukannya. Dia benar-benar membuatku membutuhkannya. Tapi kemudian dia mulai berubah. Entah apa yang terjadi, dia mulai menjauh dariku. Kemudian malam itu terjadi, dia tiba-tiba menghilang dari hidupku. Dan itu benar-benar membuatku frustasi. Aku sudah terbiasa melihat wajahnya dan mendengar suaranya. Tepat setelah dia membalikkan badannya membelakangiku, aku merasa hampa. Semua terasa hilang dari hidupku. Kemudian aku bertekad. Saat aku berhasil menemukannya, aku tidak akan pernah membiarkannya menghilang lagi dari hadapanku. Karena perasaanku padanya telah berubah. Dan berhenti menjadi seorang pengecut. -Michael Carolus Wilson (22) -