Puntung Rasa

Pernahkah kau mencintai orang yang sangat kau benci? Yang telah meluluhlantahkan dan mengotori ketulusanmu? Padahal hatimu terlalu suci untuk itu. Yang awal mulanya menjadi alasanmu memperjuangkan rasa, yang namun dengan liciknya menjadikanmu sebagai tempat singgah saja. Miris memang, orang yang benar-benar kau cinta tak pernah menganggapmu ada. Yang hanya menjadikanmu pelarian saat hatinya terluka. Yang lebih memilih orang lain yang sudah jelas-jelas tak pernah membuatnya benar-benar bahagia dibanding kamu yang berjuang seutuhnya. Dibalik kejamnya ia memperlakukanmu seperti itu, selalu atas dasar cinta kau memaafkannya.Membuatmu tak bisa lari darinya, meski hanya sebentar saja ia singgah. Sejauh apapun kamu pergi, selalu saja dialah alasanmu untuk kembali. Mengemis cintanya terus kau lakukan tanpa ada belas kasihan. Bahkan untuk mencari penggantinya yang lebih baik, kau pun tak bisa melakukan. Hingga pada akhirnya kau hanya bisa terus mencintainya dalam perihnya duka. Dan kau seperti terombang-ambing dalam luasnya samudera, tanpa arah tuju yang belum jelas entah kemana. Dan kau hanya bisa menceritakan sakitmu itu dalam bentuk tulisan, agar ia merasakan pula sakitmu itu saat ia membaca tulisanmu. Kau menikmati duka, sedangkan ia tertawa diatasnya. Walaupun kau tak menyukai ketidakadilan itu, kau terus melakukannya. Mencintainya tanpa kata lelah, tanpa pernah mengalah, walau hatimu terpecah belah berserak tanpa arah. Keyakinanmulah yang membuat kau tetap kuat, walau batin sekarat.