Sesekali pernah mencoba pergi tapi tetap saja ingin kembali, kamu sesekali bertahan di sini tapi tetap saja berujung pergi. Kamu sangat tenang dengan tak berperasaan dan aku di sini risau melihatmu dalam tenang kamu terus dan terus berjuang menjalani hidupmu dan aku di sini berjuang untuk jadi bagian hidupmu Tragis ternyata bukan hanya perihal berdarah, patah tulang dan sejenisnya Kenyataan tak sesuai dengan ekspektasi itu sudah lebih dari cukup untuk mewakili Pada akhirnya aku menyadari ternyata kecewalah sewajarnya dan yang namanya terluka takkan selamanya Semoga kebahagiaan akrab dan dekat denganmu karena dengan kamu bahagia sudah mewakili keinginanku yang sempat berjuang untuk jadi bagian cerita hidupmu dan dia yang beruntung menjadi bagian dari hidupmu. Ternyata pernah patah hati itu anugerah, yang harusnya bisa membuat lebih dewasa entah secara bahasa atau lebih. Subjektifitas nafsu tak jarang menggiring kita pada satu situasi dimana kesadaran dan kenyataan ternyata menyudutkan kita pada satu opini. Berdalih mencoba melupakan, maka sama saja mengasah harapan, berdalih mencoba menggantikan, justru menumpulkan kedewasaan mi empiris masing² individu. Jangan terlalu murah biar renyah, jangan terlalu dalam karena menyelam relefansinya dengan ukuran dan bukan berbicara aktifitas semu. Terlalu asik berjuang sampai lupa persiapan ketika kalah, satu hal yang melekat pada manusia "kita lebih siap bahagia". Coba sedikit membiasakan untuk menanamkan mentalitas siap ketika kalah, bukan merasa kalah karena lemah dan mengalah jadi kamuflase kelemahan. Nikmati saja sewajarnya bukan segalanya, agar bisa mempelajari bukannya memupuk mentalitas mencaci ketika ada yang pergi.
1 part